Jumat, 26 Oktober 2012

Karakteristik Penyesuaian Diri Peserta Didik


Karakteristik Penyesuaian Diri Peserta Didik
Oleh: Andi Agus Purnama Putra
Follow me @_andiagus

Pengertian
            Dari beberapa ahli mengatakan bahwa penyesuaian diri seorang individu sebagai berikut:
Menurut Kartono (2000), penyesuaian diri adalah “usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan pada lingkungannya. Sehingga permusuhan, kemarahan, depresi, dan emosi negatif lain sebagai respon pribadi yang tidak sesuai dan kurang efisien bisa dikikis”.

Hariyadi, dkk (2003) menyatakan penyesuaian diri “adalah kemampuan mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan atau dapat pula mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan atau keinginan diri sendiri”.

Ali dan Asrori (2005) juga menyatakan bahwa penyesuaian diri dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mencakup respon-respon mental dan perilaku yang diperjuangkan individu agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi, konflik, serta untuk menghasilkan kualitas keselarasan antara tuntutan dari dalam diri individu dengan tuntutan dunia luar atau lingkungan tempat individu berada.

Menurut Scheneiders (dalam Yusuf, 2004), juga menjelaskan penyesuaian diri sebagai suatu proses yang melibatkan respon-respon mental dan perbuatan individu dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan, dan mengatasi ketegangan, frustasi dan konflik secara sukses serta menghasilkan hubungan yang harmonis antara kebutuhan dirinya dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup. 

Hurlock (dalam Gunarsa, 2003) memberikan perumusan tentang penyesuaian diri secara lebih umum, yaitu bilamana seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap orang lain secara umum ataupun terhadap kelompoknya, dan ia memperlihatkan sikap serta tingkah laku yang menyenangkan berarti ia diterima oleh kelompok atau lingkungannya. Dengan perkataan lain, orang itu mampu menyesuaikan sendiri dengan baik terhadap lingkungannya
Berdasarkan pendapat para ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri adalah proses mengubah diri sesuai dengan norma atau tuntutan lingkungan dimana dia hidup agar dapat berhasil menghadapi kebutuhan-kebutuhan internal, ketegangan, frustasi dan konflik sehingga tercapainya keharmonisan pada diri sendiri serta lingkungannya yang akhirnya dapat diterima oleh kelompok dan lingkungannya.

Aspek-aspek Penyesuaian Diri
Menurut Fatimah (2006) penyesuaian diri memiliki dua aspek, yaitu sebagai berikut:
·         Penyesuaian pribadi
Penyesuaian pribadi adalah kemampuan seseorang untuk menerima diri demi tercapai hubungan yang harmonis antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Ia menyatakan sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa kelebihan dan kekurangannya dalam mampu bertindak objektif sesuai dengan kondisi dirinya tersebut. Pada aspek ini, keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai oleh:
-          Tidak adanya rasa benci,
-          Tidak ada keinginan untuk lari dari kenyataan atau tidak percaya pada potensi dirinya.
Sebaliknya, kegagalan penyesuaian pribadi ditandai oleh:
-          Kegoncangan emosi
-          Kecemasan
-          Ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya sebagai akibat adanya jarak pemisah anatara kemampuan individu dan tuntutan yang diharapkan oleh lingkungannya.
·         Penyesuaian sosial
Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial di tempat individu itu hidup dan berinterakasi dengan orang lain. Hubungan-hubungan sosial tersebut mencakup hungan dengan anggota keluarga, masyarakat, sekolah, teman sebaya, atau anggota masyarakat luas secara umum. Proses yang harus dilakukan individu dalam penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Setiap kelompok masyarakat atau suku bangsa memiliki sistem nilai dan norma sosial yang berbeda-beda. Dalam proses penyesuaian sosial individu berkenalan dengan nilai dan norma sosial yang berbeda-beda lalu berusaha untuk mematuhinya, sehingga menjadi bagian dan membentuk kepribadiannya.

Karakteristik Penyesuaian Diri
Menurut Hariyadi dkk. (2003) terdapat beberapa karakteristik penyesuaian diri yang positif, diantaranya:
1.      Kemampuan menerima dan memahami diri sebagaimana adanya. Karakteristik ini mengandung pengertian bahwa orang yang mempunyai penyesuaian diri yang positif adalah orang yang sanggup menerima kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan di samping kelebihan-kelebihannya. Individu tersebut mampu menghayati kepuasan terhadap keadaan dirinya sendiri, dan membenci apalagi merusak keadaan dirinya betapapun kurang memuaskan menurut penilaiannya. Hal ini bukan berarti bersikap pasif menerima keadaan yang demikian, melainkan ada usaha aktif disertai kesanggupan mengembangkan segenap bakat, potensi, serta kemampuannya secara maksimal.
2.      Kemampuan menerima dan menilai kenyataan lingkungan di luar dirinya secara objektif, sesuai dengan perkembangan rasional dan perasaan. Orang yang memiliki penyesuaian diri positif memiliki ketajaman dalam memandang realita, dan mampu memperlakukan realitas atau kenyataan secara wajar untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Ia dalam berperilaku selalu bersikap mau belajar dari orang lain, sehingga secara terbuka pula ia mau menerima feedback dari orang lain.
3.      Kemampuan bertindak sesuai dengan potensi, kemampuan yang ada pada dirinya dan kenyataan objektif di luar dirinya. Karakteristik ini ditandai oleh kecenderungan seseorang untuk tidak menyia-nyiakan kekuatan yang ada pada dirinya dan akan melakukan hal-hal yang jauh di luar jangkauan kemampuannya. Hal ini terjadi perimbangan yang rasional antara energi yang dikeluarkan dengan hasil yang diperolehnya, sehingga timbul kepercayaan terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.
4.      Memiliki perasaan yang aman dan memadai Individu yang tidak lagi dihantui oleh rasa cemas ataupun ketakutan dalam hidupnya serta tidak mudah dikecewakan oleh keadaan sekitarnya. Perasaan aman mengandung arti pula bahwa orang tersebut mempunyai harga diri yang mantap, tidak lagi merasa terancam dirinya oleh lingkungan dimana ia berada, dapat menaruh kepercayaan terhadap lingkungan dan dapat menerima kenyataan terhadap keterbatasan maupun kekurangan-kekurangan dan lingkungan-nya.

Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah, yang ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, agresif, dan sebagainya.
Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu (Sunarto & Hartono, 2006):
  1. Reaksi Bertahan (Defence reaction), yaitu individu berusaha untuk memperthankan dirinya, seolah-olah tidak mengahadapi kegagalan dan selalu berusaha untuk menunjukkan dirinya tidak mengalami kegagalan dengan melakukan rasionalisasi, represi, proyeksi, dan sebagainya.
  2. Reaksi menyerang (Aggressive Reaction), yaitu menyerang untuk menutupi kesalahan dan tidak mau menyadari kegagalan, yang tampak dalam perilaku selalu membenarkan diri sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, kera kepala dalam perbuatan, menggertak baik dengan ucapan dan perbuatan, menunjukkan sikap permusuhan secra terbuka, dan sebagainya.
  3. Reaksi Melarikan Diri, yaitu melarikan diri dari situasi yang menimbulkan kegagalannya, yang tampak dalam perilaku berfantasi, banyak tidur, minum-minuman keras, bunuh diri, regresi, dan sebagainya.

Adapun penyesuaian diri yang tidak sehat menurut Hurlock (dalam Yusuf : 2000) ditandai dengan:
1)      Mudah marah
2)      Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3)      Sering merasa tertekan
4)      Ketidakmampuan menghindari perilaku menyimpang
5)      Mempunyai kebiasaan berbohong
6)      Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
7)      Senang mencemooh orang lain
8)      Kurang memiliki rasa tanggung jawab
9)      Kurang memiliki kesadaran untuk mematuhi ajaran agama
10)  Bersikap pesimis dalam meghadapi kehidupan

Sarana dan Media Belajar


Sarana Dan Media Pembelajaran
Oleh: Andi Agus Purnama Putra
Follow me @_andiagus

Ø  Sarana Belajar
Sarana belajar adalah peralatan belajar yang dibutuhkan dalam proses belajar agar pencapaian tujuan belajar dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif dan efisien (Roestiyah, 2004: 166). Dalam hubungannya dengan proses belajar mengajar, ada dua jenis sarana pendidikan. Pertama, sarana pendidikan yang secara  langsung digunakan  dalam  proses  belajar  mengajar.  Contonya  kapur  tulis,  atlas dan  sarana pendidikan  lainnya yang digunakan guru dalam mengajar. Kedua, sarana pendidikan yang secara tidak langsung berhubungan  dengan  proses  belajar mengajar,  seperti  lemari dan arsip sekolah  merupakan  sarana  pendidikan  yang  secara  tidak langsung digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar.
Bila  tinjau  dari  fungsi  dan  peranannya  dalam  proses belajar mengajar, maka sarana pendidikan dapat dibedakan menjadi:
1.      Alat pelajaran
Alat  pelajaran  adalah  alat  yang  digunakan  secara  langsung dalam  proses  belajar mengajar. Alat  ini mungkin  berwujud  buku tulis,  gambar-gambar,  alat-alat  tulis-menulis  lain  seperti  kapur, penghapusan  dan  papan  tulis maupun  alat-alat  praktek,  semuanya termasuk ke dalam lingkup alat pelajaran.
2.      Alat peraga
Alat  peraga  mempunyai  arti  yang  luas.  Alat  peraga  adalah semua  alat  pembantu  pendidikan  dan  pengajaran,  dapat  berupa benda  ataupun  perbuatan  dari  yang  tingkatannya  paling  konkrit sampai  ke  yang  paling  abstrak  yang  dapat  mempermudah pemberian pengertian (penyampaian konsep) kepada murid. 
Dengan  bertitik  tolak  pada  penggunaannya, maka  alat  peraga dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a)  Alat  peraga  langsung,  yaitu  jika  guru  menerangkan dengan menunjukkan benda sesungguhnya (benda dibawa ke kelas, atau siswa diajak ke benda tersebut).
b)  Alat peraga  tidak  langsung, yaitu jika guru mengadakan penggantian  terhadap  benda  sesungguhnya.  Berturut-turut dari  yang  konkrit  ke  yang  abstrak, maka  alat  peraga  dapat berupa: Benda  tiruan  (miniatur), Film, Slide, Foto, Gambar, Sketsa atau bagan. Disamping  pembagian  ini,  ada  lagi  alat  peraga  atau peragaan  yang  berupa  perbuatan  atau  kegiatan  yang dilakukan  oleh  guru. 
3.      Media pengajaran
Kata  media  berasal  dari  bahasa  latin  dan  merupakan  bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah alat bantu  apa  saja yang dapat dijadikan  sebagai penyalur  pesan  guna  mencapai  tujuan  pengajaran.  Media  merupakan  sesuatu  yang  bersifat  menyalurkan  pesan  dan  dapat merangsang  pikiran,  perasaan  dan  kemauan  audien  (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. Oleh  karena  itu,  Penggunaan  media  secara  kreatif  akan memungkinkan  audien  (siswa)  untuk  belajar  lebih baik  dan  dapat meningkatkan performan mereka  sesuai dengan  tujuan yang  ingin dicapai.

Sarana belajar memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung tercapainya keberhasilan belajar dengan adanya pemanfaatan sarana belajar yang tepat dalam pembelajaran diharapkan mampu memberikan kemudahan dalam menyerap materi yang disampaikan. Pemanfaatan sarana belajar yang tepat merupakan faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan belajar, sebab aktivitas belajar akan berjalan dengan baik apabila ditunjang oleh sarana belajar yang baik dan memadai dan sebaliknya jika tidak ada sarana dan prasarana yang baik menyebabkan siswa akan terhambat dalam belajar sehingga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa. Menurut Slameto (1995:28), salah satu syarat keberhasilan belajar adalah “bahwa belajar memerlukan sarana yang cukup”. Sarana atau fasilitas belajar yang menunjang kegiatan belajar siswa.
Pada Pasal 42 Peraturan Pemerintah  nomor  19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa, (1). Setiap  satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar yang lainnya, bahan habis pakai, serta perlengakapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. (2). Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi  lahan ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan,ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.

Menurut Arsyad (2006:25-26), pemanfaatan sarana belajar memberikan beberapa manfaat, yaitu:
1.        Pemanfaatan sarana belajar dapat memperjelas pesan dan informasi sehingga dapat memperlancar dan meningkatkan proses dan hasil belajar
2.        Meningkatkan dan menggairahkan perhatian anak sehingga dapat menimbulkan motivasi belajar, interaksi yang lebih langsung antara siswa dan lingkungannya dan memungkinkan siswa untuk belajar sendiri sesuai dengan kemampuan minat
3.        Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa tentang peristiwa-peristiwa dilingkungan mereka, serta memungkinkan terjadinya interaksi langsung dengan guru, masyarakat dan lingkungannya, misal melalui karyawisata dan lain-lain. 
Pemanfaatan sarana belajar yang baik akan memudahkan anak dalam melakukan aktivitas belajar sehinggan anak lebih semangat dalam belajar. Sebaliknya, dengan kurangnya sarana belajar akan mengakibtakan anak kurang bersemangat dan kurang bergairah dalam belajar. Hal ini tentu saja akan mempengaruhi prestasi belajar anak.

Ø  Media Belajar
Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harfiah berarti ”Tengah”, ”Perantara”, atau ”Pengantar”. Dalam bahasa arab ”Media” adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. Gerlach & Ely menyatakan bahwa ”media apabila dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian, yang membangun kondisi yang membuat peserta didik mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan atau sikap”.
Menurut Romiszowki (dalam Darmojo,1991:8) mengatakan bahwa ”media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan”. Adapun yang dimakud penerima pesan adalah siswa. Jadi media merupakan suatu perantara untuk menyampaikan pesan atau informasi kepada siswa.
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa media merupakan pembawa pesan yang berasal dari sumber pesan kepada penerima pesan yang dituju.
Media Pembelajaan
Menurut Briggs (1977) media pembelajaran adalah sarana fisik untuk menyampaikan isi/materi pembelajaran seperti : buku, film, video dan sebagainya. Kemudian menurut National Education Associaton(1969) mengungkapkan bahwa media pembelajaran adalah sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun pandang-dengar, termasuk teknologi perangkat keras
Klasifikasi Media.
Secara umum media pembelajaran dalam pendidikan disebut media, yaitu berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir. Gagne (dalam Sadiman, 2002: 6)
Menurut Bretz dan Briggs mengemukakan bahwa klasifikasi media digolongkan menjadi 4 kelompok yaitu media audio, media visual, media audo visual, dan media serbaneka.
1.      Media Audio
Media audio berfungsi untuk menyalurkan pesan audio dari sumber pesan ke penerima pesan. Media audio berkaitan erat dengan indra pendengaran.contoh media yang dapat dikelompokkan dalam media audio diantarany : radio, tape recorder, telepon, laboratorium bahasa, dll
2.      Media Visual
Media visual yaitu media yang mengandalkan indra penglihat. Media visual dibedakan menjadi dua yaitu (1) media visual diam (2) media visual gerak.
a. Media visual diam contohnya foto, ilustrasi, flashcard,gambar pilihan dan potongan        
     gambar, film bingkai, film rngkai,OHP, grafik, bagan, diagram, poster dan peta.
b. Media visual gerak contohnya gambar-gambar proyeksi bergerak seperti film bisu dan   
    sebagainya.
3.      Media audio visual
Media audiovisual merupakan media yang mampu menampilkan suara dan gambar. Ditinjau dari karakteristiknya media audio visual dibedakan menjadi 2 yaitu (1) madia audio visual diam antara lain: TV, film rangkai bersuara dan buku bersuara. (2) media audio visual gerak seperti gambar bersuara.
4.      Media Serbaneka
Media serbaneka merupakan suatu media yang disesuaikan dengan potensi di suatu daerah, di sekitar sekolah atau di lokasi lain atau di masyarakat yang dapat dimanfaatkan sebagai media pengajaran. Contoh media serbaneka diantaranya : Papan tulis, media tiga dimensi, realita, dan sumber belajar pada masyarakat.
a.       Papan (board) yang termasuk dalam media ini diantaranya : papan tulis, papan buletin, papan flanel, papan magnetik, papan listrik, dan papan paku.
b.      Media tiga dimensi diantaranya : model, mock up, dan diorama.
c.       Realita adalah benda-benda nyata seperti apa adanya atau aslinya . contoh pemanfaatan realit misalnya guru membawa kelinci, burung, ikan atau dengan mengajak siswanya langsung ke kebun sekolah atau ke peternakan sekolah.
d.       Sumber belajar pada masyarakat diantaranya dengan karya wisata dan berkemah

Heinich, Malenda, Russel (1982) dalam Ilda Prayitno (1989) mengemukakan keuntungan penggunaan media dalam pembelajaran adalah:
1.       Membangkitakan ide-ide atau gagasan-gagasan yang bersifat konseptual, sehingga mengurang kesalahpahaman siswa dalam mempelajarinya.
2.      Meningkatkan minat siswa untuk materi pelajaran.
3.       Memberikan pengalaman-pengalaman nyata yang merangsang aktivitas diri sendiri untuk belajar.
4.      Dapat mengembangkan jalan pikiran yang berkelanjutan.
5.      Menyediakan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah didapat melalui materi-materi yang lain dan menjadikan proses belajar mendalam dan beragam. Sehingga pembuatan media pembelajaran diperlukan untuk proses pelaksanaan pembelajaran dan proses berpikir siswa.


Ø  Perpustakaan Belajar
Keberadaan perpustakaan sebagai sarana pendukung di suatu lembaga atau pun sekolah selama ini banyak mendapat sorotan, karena dinilai oleh banyak pihak masih perlu mendapat perhatian. Hal ini dapat dilihat dari rendahnya perkembangan perpustakaan itu sendiri dan rendahnya minat pembaca untuk berkunjung dan memanfaatkan perpustakaan sebagai tempat untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan.
Pengertian perpustakaan secara sederhana adalah salah satu bentuk organisasi sumber belajar yang menghimpun berbagai informasi dalam bentuk buku dan bukan buku yang dapat dimanfaatkan oleh pemustaka (misalnya guru, siswa, dan masyarakat). Pada Hakikat perpustakaan adalah pusat sumber belajar dan sumber informasi bagi pemakainya.
            Tujuan kegiatan perpustakaan adalah untuk menumbuhkan minat baca pemustaka, memperkenalkan teknologi informasi, membiasakan akses informasi secara mandiri serta menumbuhkan bakat dan minat pemustaka. Jika dilihat keterkaitannya dengan proses belajar mengajar di sekolah, perpustakaan sekolah memberikan sumbangan yang sangat berharga dalam upaya meningkatkan aktivitas siswa serta meningkatkan kualitas pendidikan dan pengajaran.
Dilihat dari perannya, perpustakaan merupakan mitra siswa dalam belajar,  memberikan bimbingan/pendidikan kepada siswa dalam menggunakan perpustakaan dan sumber informasi, menyediakan informasi yang up to date (terbaru), menyiapkan ruang belajar, diskusi, dan penelitian. Intinya, perpustakaan merupakan “Sumber Belajar” yang tersedia dari berbagai sumber belajar yang ada di lingkungan sekolah. Dengan kata lain perpustakaan berperan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.

Ø  Laboratorim dan Bengkel Belajar
            Menurut Widyarti (2005) “Laboratorium adalah suatu ruangan tempat melakukan kegiatan praktek atau penelitian yang ditunjang oleh adanya seperangkat alat alat laboratorium serta infrastruktur laboratorium yang lengkap”. Sedangkan menurut Wita Sutrisno (2007) adalah
1.            Tempat yang dilengkapi peralatan untuk melakukan eksperimen IPA atau melakukan pengujian analisis
2.            Bangunan atau ruangan yang dilengkapi dengan peralatan untuk melangsungkan penelitian ilmiah ataupun praktek pembelajaran bidang IPA
3.            Tempat kerja untuk melangsungkan penelitian ilmiah
4.            Ruang kerja seorang ilmuan dan tempat menjalankan percobaan bidang studi IPA
Peran laboratorium dalam pembelajaran
            Amien dalam Tarmizi (2005), mengemukakan bahwa fungsi laboratorium adalah sebagai tempat untuk menguatkan / memberi kepastian keterangan (informasi), menentukan hubungan sebab akibat, (causalitas), membuktikan benar atau tidaknya faktor faktor atau fenomena tertentu, membuat hukum atau dalil dari suatu fenomena apabila sudah dibuktikan kebenarannya, mempraktekkan sesuatu yang diketahui, mengembangkan ketrampilan, memberikan latihan menggunakan metode ilmiah dalam memecahkan masalah dan melaksanakan penelitian perorangan (Individual research).
Bengkel belajar memiliki peran dan tujuan yang hampir sama dengan laboratorium yaitu sebuah tempat yang menfokuskan bagaimana seorang siswa harus belajar. Haln ini diandasi oleh banyknya kesulitan yang di hadapi oleh para siswa dalam belajar. Mulai dari semangat yang kurang untuk belajar, malas, kesulitan dalam membaca buku, kesulitan dalam menghafal pelajaran dan kurangnya konsentrasi dalam belajar.
Keistimewahan bengkel belajar berupa sarana dan prasarana yang berfungsi dalam menyelenggarakan pendidikan dan keterampilan serta teknologi.
Menurut Joel Tadjo (1995: 1) menjelaskan pengertian bengkel belajar sebagai berikut:
1.    Sebagai tempat latihan untuk meningkatkan keterampilan.
2.    Sebagai tempat melakukan kegiatan dalam pembuatan bahan baku.
3.    Sebagai tempat melakukan perbaikan suatu barang atau peralatan yang rusak sehingga dapat digunakan kembali.
4.    Sebagai tempat melakukan pengujian atau penelitian suatu objek secara terorganisisr.


 Daftar Pustaka
1.      Darmono, 2004.  Manajemen dan tata kerja perpustakaan sekolah. Cetakan ke-2. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia
1.      Darmono, 2004.  Manajemen dan tata kerja perpustakaan sekolah. Cetakan ke-2. Jakarta:Gramedia Widiasarana Indonesia


Minggu, 21 Oktober 2012

Konsep Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah



Andi Agus Purnama Putra @_andiagus
Pada seorang individu yang dilahirkan baik dalam keadaan telah mampu menyesuaikan diri atau tidak mampu menyesuaikan diri hal ini karena Kondisi fisik, mental dan emosional yang dipengarungi oleh faktor- faktor lingkungan dimana  kemungkinan akan berkembang proses penyesuaian diri yang baik atau yang salah.

1.      Pengertian penyesuaian diri
Penyesuaian berarti adaptasi, dapat mempertahankan eksistensinya (survive) dan memperoleh kesejahteraan rohaniah, serta dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan sosial. Penyesuaian diri juga dapat diartikan bagai konvormitas, yang menyesuaikan  sesuatu dengan standart atau prinsip. Definisi lain mengenai penyesuaian diri yaitu, kemampuan untuk membuat rencana dan mengorganisasi respon- respon sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi- frustasi secara efisien individu memiliki kemampuan untuk menghadapi realitas hidup dengan cara yang memenuhi syarat. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai suatu penguasaan dan kematangan emosional.  Kematangan emosional maksudnya ialah secara positif memiliki respon emosional yang tepat pada setiap situasi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Penyesuaian diri adalah suatu proses dan salah satu ciri pokok dari kepribadian yang sehat mentalnya ialah memiliki kemampuan untuk mengadakan penyesuain diri secara harmonis, baik kepada diri sendiri mapun terhadap lingkungannya.

2.      Proses Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana seorang individu mendapat keseimbangan diri dalam memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungannya. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses sepanjang hayat manusia, terus- menerus berupaya menemukan dan mengatasi dan tantangan hidup guna mencapai pribadi sehat. Dalam proses penyesuaian diri pada seorang individu sering kali muncul konflik, takanan, frustasi, yang menyebabkan individu termotivasi melakukan berbagai kemungkina perilaku untuk membebaskan dirinya dari kegagalan. Contoh : Serang anak yang membutuhkan rasa kasih sayang dari ibuknya yang terlalu sibuk dengan tugasnya. Anak akan prustasi dan berusa sendiri menemukan pemecahan untuk mereduksi ketegangan  atau kebutuhan yang belum terpenuhi.  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi mengambil variasi bentuk, dimana setiap bentuk dpat diarahkan kepada rintangan atau faktor frustasi yang disebabkan oleh beberapa realita misalnya: pembatasan orang tua, hambatan fisik, aturan sosial, dan semacamnya.
Seseorang dikatakan berhasil dikatakan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri apabila ia dapat memenuhi kebutuhannnya dengan cara-cara yang wajar yang dapat diterima lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu lingkungannya.

3.      Konsep Penyesuaian Diri
Makna akhir dari hasil pendidikan seseorang individu terletak pada sejauhmana hal yang telah dipelajari dpat membantunya dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan hidupnya dan pada tuntutan masyarakat. Sejak lahir sampai meninggal seorang individu merupakan organisme yang aktif dengan tujuan aktivitas yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmaninya dan juga semua dorongan yang memberi peluang kepadanya untuk berfungsi sebagai anggota kelompoknya, penyesuaian diri secara harmonis, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungannya.

4.      Karakteristik penyesuaian diri
Karakteristik penyesuaian diri tidak selamanya individu berhasil dalam melakukan penyesuaian diri, karena ada banyak rintangan dalam proses penyesuaian diri. Berikut ini akan ditinjau karakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
a.      Penyesuaian diri secara positif (benar)
Mereka yang tergolong mampu melakukan penyesuaian diri secara positif ditandai dengan hal- hal berikut:
-          Tidak menunjukkan adanya ketengan emosional
-          Tidak menunjukkan adanya mekanisme psikologis
-          Tidak menunjukkan frustasi pribadi
-          Memiliki pertimbangan rasional dan pengarahan diri.
-          Mampu dalam belajar
-          Menghargai pengalaman
-          Bersikap realistik dan objektif
Dalam melakukan penyesuaian diri secara positif individu akan melakukannya dalam berbagai bentuk antara lain:
Penyesuaian diri dalam menghadapi masalah secara langsung , misalnya : seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusahan mengemukakan segala alas an pada orangtuanya.
Penyesuaian diri dengan melakukan eksplorasi atau penjelajahan , misalnya : seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut , dengan membaca buku , konsultasi , diskusi , dsb. Penyesuaian diri dengan trial dan error , misalnya seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya .
Penyesuaian dengan substitusi atau mencari pengganti , misalnya : gagal berpacaran secara fisik , ia akan berfantasi tentang seorang gadis idamanya .
Penyesuaian diri dengan belajar , misalnya : seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya .
Penyeseuaian diri dengan pengendalian diri , misalnya : seorang siswa akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan pada ujian .
b.      Penyesuaian diri yang Negatif (Salah)
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian diri yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan berbagai bentuk tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional , tidak ralistis, agresif dan lain- lain. Ada tiga bentuk reaksi yang salah dalam penyesuaian diri yang salah yaitu: reaksi bertahan, reaksi menyerang dan reaksi melarikan diri.
1.      Reaksi bertahan
Individu berusaha mempertahankan diri, seolah- seolah tidak menghadapi kegagalan. Ia selalu berusaha menunjukkan bahwa dirinya tidak mengalami kegagalan. Bentuk khusus dari reaksi ini adalah:
-          Rasionalisasi, yaitu bertahan dengan mencari- cari alasan untuk membenarkan tindakanya
-          Represi, yaitu berusaha untuk menekan pengalamannya yang dirasakan kurang enak kea lam tidak sadar. Ia berusaha melupakan pengalamannya yang kurang menyenangkan. Misalnya seorang pemuda berusaha melupakan kegagalan cintanya dengan seorang gadis
-          Proyeksi, yaitu melemparkan sebab kegagalan dirinya kepada pihak lain untuk mencari alasan yang dapat diterima. Misalnya seorang siswa yang tidak lulus mengatakan bahwa gurunya membenci dirinya.
-          “Sourgrapes”(anggur kecut),yaitu dengan memutar balikkan keadaan. Misalnya seorang siswa yang gagal mengetik mengatakan bahwa  mesin tiknya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa mengetik.
2.      Reaksi menyerang
Orang yang mempunyai penyesuaian diri yang salah menunjukkan tingkah laku menyerang untuk menutupi kegagalanya. Ia tidak mau menyadari kegagalanya. Reaksi- reaksinya Nampak dalam tingkah laku: selalu membenarkan diri nya sendiri, mau berkuasa dalam setiap situasi, senang mengganggu orang lain, marah secara sadis, suka membalas dendam dan sebagainya.
3.      Reaksi melarikan diri
Dalam reaksi ini seseorang akan melakukan hal- hal seperti berikut: berfantasi yaitu memuaskan keigininan yang tidak tercapai dalam bentuk angan- angan,  banyak tidur, minum- minuman keras, bunuh diri, menjadi pecandu narkotika, dan regresi yaitu kembali kepada tingkah laku yang semodel dengan tingkat perkembangan yang lebih awal (misalnya orang dewasa yang bersikap dan berwatak seperti anak kecil, dan lain- lain).
4.      Faktor – faktor yang mempengaruhi proses penyesuaian diri
Proses penyesuaian diri identik dengan faktor- faktor yang mengatur perkembangan dan terbentknya pribadi secara bertahap. Penentu- penentu itu dapat dikelompokkan sebagai berikut: kondisi- kondisi fisik (keturunan), susunan saraf, kesehatan, dan sebagainya, perkembangan dan kematangan ( kematangan intelektual sosial dan emosional), penentu psikologis (termasuk didalamnya pengalaman, penentuan diri, frustasi dan konflik), kondisi lingkungan (keluarga dan sekolah), penentu cultural (budaya dan agama).
Kondisi Jasmaniah
Struktur jasmaniah merupakan kondisi primer bagi tingkah laku manusia sehingga dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri. Beberapa penelitian menunjukkan  bahwa ganggauan dalalm saraf, dan otot dapat menimbulkan gangguan mental tingkah laku dan kepribadian. Dengan demikin, kondisi sistem yang baik merupakan syarat bagi terjadinya proses penyesuaian diri yang baik. Kualitas penyesuaian diri yang baik hanya diperoleh dan dipelihara dalam kondisi kesehatan jasmaniah yang baik pula.
Perkembangan, Kematangan dan Penyesuaian Diri
Dalam proses perkembangan, respon anak berkembang dari proses instingtif menjadi respon yang diperoleh melalui belajar dan pengalaman.  Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya melalui proses belajar saja melainkan anak juga menjadi matang untuk melakukan respon dan menentukan pola penyesuaian dirinya. Sesuai dengan hukum perkembangan, tingkat kematangan yang dicapai berbeda antar individu  yang satu dengan yang lainya, sehingga penyampaian pola penyesuaian diri juga berbeda secara individual yang dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti: emosional, sosial, moral, keagamaan, intelek.
            Penentu Psikologis Terhadap Penyesuaian Diri
Beberapa faktor psikologis  yang mempengaruhi penyesuaian diri diantaranya adalah:
-          Pengalaman Tidak semua pengalaman berpengaruh terhadap pola penyesuaian diri. Pengalaman yang memiliki dalam penyesuaian diri adalah pengalaman yang menyenangkan dan pengalaman yang traumatik ( menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan cenderung bisa menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik, sedangkan pengalaman traumatik menimbulkan penyesuaian diri yang kurang baik. Selain kedua pengalaman tersebut tidak memiliki pengaruh terhadap proses penyesuaian diri.
-          Proses belajar merupakan suatu yang menjadi dasar dalam penyesuaian diri, karena melalui belajar maka pola- pola respons akan berkembang dan membentuk kepribadian dalam proses penyesuaian diri, belajar merupakan salah satu proses modifikasi tingkah laku sejak fase- fase awal dan berlangsung terus- menerus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.
-          Determinasi Diri adalah peran seseorang untuk menentukan dirinya dalam proses penyesuaian diri, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai sesuatu yang baik atau buruk, untuk mencapai taraf penyesuaian diri yang tinggi atau merusak diri.

Lingkungan Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Berbagai lingkungan anak seperti keluarga dan pola hubungan di dalamnya, sekolah, masyarakat, kultur, dan agama berpengaruh dalam penyesuaian diri. Pola hubungan antar orang tua dengan anak akan mempunyai pengaruh terhadap proses penyesuaian diri, seperti hubungan dimana orang tua menerima anaknya secara hangat sehingga anak merasa nyaman, atau dalam bentuk proses pendisiplinan yang berpengaruh terhadap pola pengaturan waktu bagi anak.
Kultur dan Agama Sebagai Penentu Penyesuaian Diri
Lingkungan kultural dimana individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola penyasuaian dirinya. Dimana seorang individu akan berusaha menempatkan dirinya dan bergaul dengan masyarakat sekitarnya. Agama memberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainya.  Agama juga memberikan suasana damai dan tenang bagi anak. Agama merupakan sumber nilai kepercayaan dan pola- pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti ,  tujuan, dan kestabilan hidup manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Fatimah, Enung.2010.Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik).Jakarta : Cv Pustaka Seti